Pambukaning Atur

Sugeng Rawuh, lan Sugeng Maos,

Blog menika kaserat kagem sinau nyerat ing Basa Jawi. Temtu kemawon taksih kathah kekirangannipun. Pamanggih pamiarsa sanget kula betahaken, pramila sumangga kersaa paring pamrayogi ing komentar.

Maturnuwun

Jumat, 29 November 2013

Lirik Lagu Bantul Projo Taman Sari


Tekad ambangun pra warga sedayane
Wus darbe panutan mrih kelakon panjangkane
produktif prifesional pakaryan pra wargane
Bumine subur makmur
Sarwa ijo keh hasile
Tertib aman sa praja kahanane
Sehat jiwa raga, resik lingkungane
yen sinawang tatanan asri ngresepake
etos kerja Bantul Praja Taman Sari.

Kamis, 28 November 2013

Yogyakarta Pancen Istimewa, Rejamulya, B.A, S. Sn.

Bawa :
Dandanggula pl.6
Pinurwaka kidung amrih manis
Gya kabeber Nagri Yogyakarta
Kang wus jembar kuncarane
Wiwit jaman rumuhun
Yogyakarta wus madeg nagri
karaton Kasultanan Kadipatennipun
Gih purapakualamanKekalihnya 
Sinebat dwi tunggal yekti
Darapon nunggal sedya

Wus kawentar ing nuswantara
Kutha plajar budaya pariwisata
Adat tata cara tradhisi trus lestari
Tekat masyarakat warga yogyakarta
Golong gilig saeka praya
Tansah sengkut gumregut tumandang karya
Kanthi rasa sengguh ngadhepi datan mingkuh
Yeku gegebengan murih kasembadan

Kraton miwah pakualaman
Yekti minangka punjering kabudayan
Ingkang ngemot makna simbuling panguwasa
Wiwit jaman kuna wus madeg nagara
Kang sinebut ing ijab qobul
Amanat rikala manunggal mring praja
Nagari mardika republic indonesia
Asung panyengkuyung rila lan legawa

Gubernur lan wakil gubernur
Katetepna kang lagya jumeneng nata
Ngayomi kawula pan adil para marta
Mesthi tata tentrem kerta tur raharja
Dirga yoswa trus salaminya
Sagung warga samya manunggal ing sedya
Tetep mbudidaya mrih lestari widada
Nyata yogyakarta pancen istimewa.


Senin, 25 November 2013

Cerak "Tabah"



“ Nderek langkung mbok ?” sapaku kepada Mbok Kasiem ketika jalan kaki untuk pulang.
“ We, nak Tabah to rupanya? Baru pulang nak ? gimana kabarnya ?” sapa Mbok Kasiem yang terkejut melihat kedatanganku.
“ Baik mbok, gimana kabar keluarga juga baik to ?” sapaku kembali.
“baik nak, oalah sekarang udah jadi orang e, pangling aku” tutur Mbok Kasiem melihatku.
“alhamdulilah mbok, mari mbok mau pulang dulu”
            Keringatku menetes begitu deras, dengan meneteng tas ransel dan juga kardus. Dengan hati yang sabar, aku meneruskan perjalanan untuk pulang ke rumah. Sekitar 500 meter jarak rumahku dengan jalan raya. Terik matahari yang sudah tidak begitu panas, membuatku ingin segera tiba di rumah.
Suasana kampung halaman yang tidak banyak berubah pikirku dalam hati. Kampung yang nyaman, teduh, banyak pepohonan yang rindang. Di tepi tepi jalan banyak sekali dedaunan kering yang jatuh. Rumputan yang banyak tumbuh dimana-mana. Tak terasa sekitar  delapan menit kemudian tibalah aku di rumah.
“Assalamualaikum” sapa ku di depan rumah.
“tok.. tok.. tok” ku ketuk pintu rumahku namun rupannya tidak ada yang menjawab kedatanganku. Pintunyapun dikunci. Segeralah aku duduk di teras depan rumah untuk menunggu anggota keluargaku yang pulang.
Sedikit berbeda keadaan rumahku pikirku dalam hati. Tembok rumah yang dahulu masih berbata merah, sekarang sudah dilapisi dan di cat hijau. Pintu rumah yang masih sama seperti dulu. Burung peliharaan yang berkicau masih seperti dulu. aku sangat rindu pada kampungku terutama kepada kedua orang tuaku dan juga adik perempuanku Anis.  Hari ini begitu lelah sekali. Perjalanan sekitar 9 jam dari kota ke desaku. Aku coba untuk memejamkan mataku sebentar untuk menghilangkan rasa lelah.
Sekitar satu jam kemudian, aku terbangun karena terdengar adzan Magrib yang berkumandang. Namun hingga saat itu keluargaku belum ada yang pulang juga. Resah, dimana mereka hingga petang belum pulang juga. Aku coba untuk bersabar menunggu mereka datang. Tak lama kemudian terdengar suara motor yang menuju kea rah rumahnya. Rupanya mereka pulang. Segera aku berdiri dan menyambut mereka.
            Terlihat sepintas bahwa ibuku tidak mengenali aku. Namun setelah Bapak menyetandartkan motor, ibuku segera menemui ku dan mengenaliku.
“Oalah thole pake…” ibukku lari menemuiku dan segera memelukku.
“Ibuk pripun, sae to ?” sapaku kembali kepada ibuku. Bapak dan juga adikku segera datang dan peluk kangen kepadaku. Segeralah mereka membuka pintu dan aku masuk ke dalam rumah sederhanaku. Kemudian aku duduk di kursi tamu bersama bapak dan juga Anis.
“Mas.. Mas.. kok pulang nggak ngomong – ngomong?” Tanya Anis kepadaku.
“yee,,emang pulang harus ngomong dulu ?” jawabku kembali kepada adikku dengan nada yang agak sembrono.
“Gimana le kabarnya ? rak yo baik to ? kerjamu gimana ?” Tanya bapak yang memotong pembicaraanku dengan Anis.
“Baik pak, tapi ya cuma bisa seperti ini saja.” jawabku.
“Oalah le, wes alhamdulilah banget, koe bisa kerja sing kepenak, duit le mu ngenehi kae, tak pake buat ndandani omah”, Bapak menjawab lagi.
“Injih pake, mboten nopo – nopo kersanipun bapak mawon, saya juga ikut seneng kok”, jawabku lagi.
Tak lama kemudian Ibuku datang dengan membawakan secangkir teh hangat untuk ku. Kangen sekali rasanya telah 5 tahun tidak minum teh buatan ibuku. Yah, terasa nikmat sekali rasanya ketika kembali menyantap minuman ini.
“Mbokyo, ntar lagi pak, ben tole mandi-mandi, solat dulu” seru ibuku terhadap kami.
Selanjutnya aku masuk kedalam kamarku, yang telah lama pula aku tinggalkan. Masih sama seperti dulu, almari yang bersebelahan dengan jendela dan meja kecil yang sersandingan dengan tempat tidurku yang berukuran kecil. Aku coba untuk berbaring sejenak mengenang masa ketika aku masih berumur lulusan SMA.
“Le, wis tak godhogke wedang le, mandio dulu !” seru ibuku kembali menyuruhku untuk membersihkan badan.
Aku putuskan untuk membersihkan badan dahulu kemudian sholat magrib. Air di rumahku sangat dingin sekali, sehingga keluargaku menggunakan air hangat untuk membersihkan diri. Suasana dalam rumah yang berbeda dengan dulu. Sekarang lebih bagus, dan nyaman. Dulu yang sering bocor ketika hujan, sepertinyapun sekarang sudah dibenai bapak. Syukurlah aku ikut seneng dengan keadaan ini. Setelah sholat selesai rasanya sudah tak sabar lagi aku ingin segera melepaskan rasa lelahku kembali berbaring di kasur hangatku. namun sepertinya ibu sudah menyiapkan makanan untuk makan malam keluargaku.
“Mas, mas Tabah ?” panggil adikku yang masuk ke kamarku.
“ iya nduk nis, sini mas kangen je !” seruku menjawab pertanyaan adikku.
“hehe, mas ayo makan dulu ibuk sudah bikin sayur lho..” jawab adikku kembali.
“iya po nduk, ya wes yok maem dulu aja?” seruku sambil bangun untuk segera makan.
Aku segera melangkahkan kakiku untuk mendekati meja makan. Tak lupa aku dengan kardusku yang telah ku isi dengan makanan kecil, aku serahkan kepada ibuku. Ibuku senang rupanya melihat aku yang sudah berbeda dengan yang dulu.
“ buk, ini makanan kecil sedikit, buka aja bu” seruku kepada ibuku.
“ apa to le iki, walah le abot-abot kok ndandak gowo barang?” jawab ibuku.
“namung sekedik kok bu” jawabku kembali.
            “ nduk tulung abilkan gunting go bukak iki !” seru ibuku kepada Anis.
Ibuku membuka kardus yang ku bawa, kemudian memanggil bapak supaya lekas menuju ruang makan untuk makan dan memperlihatkan apa yang aku bawa. Bapakku senang melihat makanan yang belum pernah ia makan. Berbeda dengan makanan di kampung ini. Sebakul nasi, lauk pauk seperti tempe goreng, bakmi, dan sambal sudah tersaji di atas meja. Ada sayur pula sayur lodeh. Sangat kangen aku dengan masakan buatan ibuku. lama sekali aku tidak pulang. Kemudian kami menyantap hidangan ibuku malam itu. Sambil makan malam kami berbincang bincang.
“bu, kok lengkap ini?” tanyaku sambil bergurau.
“o.. iki ki lauke bekas tadi siang le, le ngasih tetangga arep nikahan, lha yo le ku nyumbang tadi sore itu le” jawab ibuku.
“ O, lha yang nikah siapa bu?” tanyaku penuh penasaran.
“putrane pak Slamet le, sek wedok ngarep dewe” jawab ibuku kembali
“O yang Krisna itu pa ya bu?” aku coba menebak.
“ Iyo le, sesok melu wae yo ngan terin ibuk kesana lagi, aku disuruh rewang e yoan” suruh ibuku kepadaku.
Malam itu aku berbincang bincang dengan keluargaku. Sebenarnya aku lelah sekali, namun rasa kangenku terhadap keluargaku juga lebih tinggi rupanya. Aku putuskan untuk ke meja tamu lagi bersama bapak dan juga Anis. Ibu membawakan makanan kecilyang aku bawa tadi ke meja tamu, untuk camilan malam itu. Tak terasa jam dinging sudah menunjukkan jarum sembilan malam. Ibuku menyuruhku untuk segera sholat kemudian istirahat.
“Le, istirahat dulu sana, capek to ?”
“iya bu, sebentar lagi” jawabku.
“durung ngisak juga to le?” Tanya ibuku.
“belum bu, iya tak ngisak dulu ya pak, Anis ayo sholat dulu nduk” jawabku.
“yo kono, gek leren-leren sikek le!” jawab bapakku.
Selanjutnya aku sholat bersama Anis, kemudian aku masuk ke kamar. Aku berbaring lagi, rupanya malam itu aku agak sedikit susah tidur. Entah kenapa, apa mungkin karena tempat tidurku yang berbeda dengan biasanya. Ya, itu juga sedikit faktornya. Aku teringat pada teman-temanku di kampong. kira-kira kemana mereka, sudah seperti apa dan jadi apa. Aki ingin sekali bertemu dengan mereka. Aku tertidur dengan sendirinya.
Tak terasa pula hari telah pagi. Hari itu hari minggu. Aku segera bangun dan sepertinya aku akan menantarkan ibuku ke resepsi tetanggaku. Aku bersama ibuku pergi ke resepsi dengan mengendarai  sepeda motor satu-satunya milik keluargaku. Asapnya tebal, berbada dengan motor-motor jaman sekarang. Ingin rasanya aku membelikan sepeda motor untuk bapakku.
Setibanya aku di tempat tetanggaku. Ibuku memilih untuk pergi ke dalam rumah, membereskan urusan bagian dapur. Sedangkan aku memilih untuk duduk di kursi tamu di luar. Aku masuk namun, aku tak melihat satupun temanku dulu.
“we nak Tabah to, kapan pulangnya nak ?” Sapa Bu Karsi tetanggaku.
“iya bu, kemarin sore bu” jawabku.
Kemudian aku disapa dengan hangat oleh orang-orang yang mengenaliku disana. Yah, disini aku berharap bertemu dengan teman tebayaku dahulu.
Tak lama kemudian aku sepertinya melihat seorang wanita yang mirip sekali dengan Lastri. Lastri adalah orang yang pernah mencintaiku dan kucintai. Tapi kenapa raut mukanya sudah sedikit tua. Ah bukan, mungkin dia bukan lastri pikirku. Kalaupun iya pasti dia akan menyapaku dan tak sekeriput itu. Mungkin dia saudaranya Lastri atau siapalah. Tetapi, kenapa ia ada disini dan sepertinya ia adalah anggota keluarga dari manten. Aku pikir- pikir siapa dia sebenarnya.
Minuman dan snack dikeluarkan kepada para tamu. Aku pun minum dan memikirkan siapa dia sebenarnya. Setelah aku cermati ia mempunyai tahi lalat di dekat bibir, sama seperti Lastri. Namun apakah benar Lastri. Aku lihat dua orang anak kecil berlari-larian di hadapan tamu. Mereka sekitar 3 dan 5 tahunan. Kemudian salah satu darinya memeluk orang yang mirip Lastri tersebut.
Menambah aku semakin penasaran. Kalaupun ia Lastri, siapa anak kecil itu pikirku. Hatiku saat itu terasa dilemma terombang- ambingkan. Aku merasa bahwa ia Lastri. Saat itu pula aku mendengar dua orang tetangga yang duduk di belakangku membicarakan anak itu.
“ mbok ya anaknya tu di urusi dulu, masak banyak tamu malah di biarkan lari-larian” seru Bu Kum.
“ yo kareben to buk, wong bukan anaknya kita kok diurusi” jawab suami Bu Kum.
Pikirku dalam hati, berarti dia adalah anaknya. Berarti benar ia adalah anak dari orang yang mirip Lastri. Jika iya mengapa ia tak bersama suaminya. Aku merasa tak karuan siang itu. Hatiku bimbang. Aku terus memikirkan hal itu hingga upacara resepsi selesai.
Semua tamu menyalami pengantin, dan aku memilih untuk tinggal sebentar sambil memastikan siapa ia sebenarnya. Setelah kuperhatikan, wanita itu berjalan mendekatiku. Dengan raut muka yang sedikit senyum ia terus berjalan mendekatiku. Benar, memang benar ia seperti Lastri.
“ Mas Tabah..” sapa dia dengan nada lirih, ia menyalamiku.
“ Lastri..” jawabku pula. Hatiku sungguh tak karuan waktu itu.
“ Mas Tabah pulang ? gimana kabarnya ?” Tanya lastri kembali. Tiba – tiba anak itu kembali memeluk lastri. Sambil mengatakan “ibu..”. Mendengar seorang anak yang memanggil ibunya. Tangan lastri memeluk anak itu. Seketika itu juga, aku tercengang melihat bahwa ia adalah anak Lastri. Rupanya air mataku tak bisa berbohong bahwa hatiku masih sama seperti dulu. Mataku merah dan berlinang, aku coba menahan supaya tidak menetes waktu itu.
“ iya las, mana suamimu”  tanyaku kembali dengan agak lama menjawab dari pertanyaanya.
Lastri tak menjawab pertanyaanku, hanya senyum manis dihadapanku. Rupanya Lastri tau bahwa aku sakit karenanya. Hampir saja air mataku menetes dihadapnya. Lalu aku berpamitan pulang dahulu. Ibuku sengaja aku tinggal karena menyelesaikan pekerjaan belakang. Tak lupa aku mengusap mataku dengan penuh kecewa.
Aku baru tahu kalau Lastri telah bersuami. Tidak ada yang mengabariku. Orang tuaku pun tak mengabariku. Aku pikir Lastri akan setia kepadaku. Tetapi jikalau ia lebih memilih untuk dengan yang lain mungkin itu yang terbaik untuknya. Yah, sekarang aku cuma bisa pasrah, dan selalu tabah dalam menghadapi setiap cobaan hidup ini.

Geguritan "Horeging Bawana"


Dening : Yulita Ekawinajeng

Srengenge nyunar
Obaging siti kang dumadakan
Suku abot dijak mlaku
Gumlegur swara sakkiwa tengenku
Luluh, remuk, ambruk
Maruta ngabur lebu saka omahku
Sanalika peteng sesawanganku
Seseg ambegan, tak goleki gegondhelan
Kanggo sumisih saka jejugrugan
Swara pating jlerit, ngiris atiku
Kabeh padha mlayu, gegolekkan
Endi mau bapaku, biyungku, adhiku ?

Luh mili ngebakki pipi
Nyawang kang nrenyuhke ati
Getih mbranang dleweran
Nelesi awak kang lemes ra ambegan.

Reportase Budaya


PROSESI LABUHAN DI PANTAI DEPOK

            Sore itu, warga Bantul berbondong bondong mengunjungi tempat wisata Pantai Depok dengan tujuan untuk melihat prosesi larung laut. Pantai depok berada di sebelah barat pantai Parangtritis, tepatnya di desa Kretek, Bantul, Yogyakro tepatnya hari Kamis, (06/12/12). Sekitar pukul 13.00 WIB tempat ini sudah berdesakan pengunjung, dan acara dimulai sekitar pukul 14.00 WIB oleh penduduk setempat. Kegiatan tersebut dibuka dengan acara doa bersama dan beberapa sambutan yang dihadiri oleh Bupati Bantul, Lurah dan seluruh perangkat desa.
            Labuhan pantai Depok diadakan rutin setiap tahunnya dan pasti selalu ramai pengunjung. Seperti yang pesan Bupati Bantul yang dikatakan wakil dalam sambutanya, “Jangan sampai acara ini mati, kita sebagai penerus harus bisa menguri-uri supaya tetap selalu ada”. Sementara Topo (30) lurah desa setempat menjelaskan bahwa acara ini akan tetap terus dilaksanakan sebagai wujud syukur warga TPI Mina Bahari. TPI Mina Bahari adalah nama dari TPI pantai Depok ini.
            Barang – barang yang dilarung yaitu gunungan berupa hasil bumi warga setempat, seperti buah - buahan dan sayuran. Selain itu mereka juga melarung pakaian baru dan sarung. Kegiatan ini dilakukan dengan harapan mereka akan banyak mendapatkan  rejeki yang berlimpah dan uba rampe yang dilarung ini sebagai wujud rasa syukur mereka kepada Yang Maha Kuasa. Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Nakidi (45) panitia setempat, “Acara ini yaitu sedekah laut, diadakan oleh warga Depok, dengan tujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas keberhasilan mencari rejeki”.
            Sebelum gunungan dan uba rampe dilarung ke laut, rombongan kirab berkumpul di sekitar pasar ikan dan masjid Depok. Pasar ikan yang waktu itu disulap menjadi tempat panitia menjadi sangat ramai para pengunjung yang menyaksikan acara persiapan. Acara larungan ini dilakukan oleh TPI Mina Bahari yang umumnya adalah warga masyarakat Parangtritis, khususnya warga pantai Depok. Gunungan kirab dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat yang terdiri dari Bergodo Nelayan, Bergodo Pedagang Ikan, Bergodo Pedangang Asongan, Bergodo Warung Makan serta Bergodo Anak-anak, dan sajian kesenian masyarakat.
            Rupanya banyak sekali masyarakat yang sedang menantikan acara ini. Banyak pula yang menjadikan acara ini sebagai ladang bisnis setiap tahunnya. Seperti pedagang siomay Bu Slamet (45) warga Bambanglipuro, “Ya alhamdulilah siomey saya laris”. Lain lagi dengan Bu Sumini (32) pengunjung dari Pundong, Bantul yang datang bersama kedua anaknya, “Saya nanti ingin berusaha pokonya harus dapat baju juga nggak apa apa”. Tampak banyak juga warga yang duduk - duduk di pendopo dan pelataran warung menyaksikan acara itu hingga usai. Selain itu mereka juga berharap mendapatkan kenduri atau bungkus makanan dari 6000 bungkus yang dibagikan oleh warga kepada seluruh pengunjung pantai saat itu. 
            Setelah adzan asar, acara utamapun dimulai. Arak-arakan dimulai dari pasar ikan, melewati para tamu depan pendapa, kemudian kearah pesisir pantai. Sekitar 200 warga yang berpakaian surjan dan kebaya tampak membawa berbagai macam sesaji. Sebelum dilarung beberapa macam uba rampe didoakan lagi, kemudian peserta kirab dibantu oleh TIMSAR melarung gunungan ke laut. Warga mulai berlarian dan berdesakan ke pesisir, mereka rela basah dan berebut dengan yang lain demi mendapatkan apa saja yang dilarung.

 Tontonan masyarakat yang ikut dalam baris terakhir rombongan kirab menjadi hal yang memeriahkan acara tersebut. Kesenian arak-arakan dari ISI Yogyakarta ikut menyemarakkan prosesi Labuan, beberapa pemuda yang berpakaian serba merah dan masing masing menunjukkan atraksinya dengan menabuh alat musik. pertunjukkan dari ISI ini di pertontonkan disaat prosesi larungan sedang dilaksanakan. Selain itu, terdapat pula kesenian jathilan putra dan putri di pertunjukkan setelah acara larungan selesai.


Jagading lelembut "Bayang Bayange Ambar"



 “Krengket.. krengket… krengket..”, pite Pak Karto muni,  rasane nambah nyesueni anggone lunga menyang ratan. Sore iku sajakke Pak Karto arep lunga menyang toko arep tuku cet. Pak Karto arep ngecet omahe maneh sing cete wus arep ilang. Sakwise ketuk ratan gedhe trus nyabrang mengidul.
“Iki kok rame tenan yo dalane, eneng apa wong-wong padha ngidul ?”, batine Pak Karto. Sak wise tekan ratan gede dhewekke weruh wong – wong neng dalan Parangtritis iku wis kaya semut nggremet. Batine takon eneng apa kok dalane rame banget.
Sakwise Pak Karto ketuk tokone banjur tuku lan bali. Cete dikekke planthang ngarep, terus ditali kenceng.  Baline tansah ngati – ati tenan, soale mlaku ngalor  nglawan arus mengidul sing rame mau.  Enggone bali isih karo mikir ana apa kok dalane katon sesegan. Ana wong sing nganggo sorjan lurik trus jarikkan, ana wong dho nggo mbayakkan, ana sek nggawa kaya sesajen lan gunungan, ana sing biasa wae lunga mengidul karo anak bojone.
Ora let sue ngepit mengalor dhewekke  pethukan karo Suto sing ngepit seko lor uga mengidul. Suto iku kanca kenthel lan tanggane Pak Karto. Suta uga weruh Pak Karto banjur Suta mandheg, nyabrang marani Pak Karto, Pak Karto uga mandheg.
“ kok mruput To, seko ngendi?” aruh - aruhe Suta.
“ Oalah koe mau ki tak kira sapa e, lagi bar tuku cet. Iki ki kok dalane rame banget ta ?” celathune Pak Karto sing takon karo Suto
“We lha mosok ra ngerti , kelingan ora saiki malem 1 Suro. aku arep menyang pesisir melu ora?” Suto nanduki.
“Wee, iyo po ? Mulakneo kok ana wong kang nggawa sesajen, aku kok ya lalie. Nek reti ngono aku menyang ket awan mau no karo ndelok. Ya wes saiki aku tak melu koe wae senajan kesoren, e mbok menawa isa ketemu Nyi Rara Kidul sing ayu”, tanggepane Pak Karto sing nyaguhi melu Suto menyang pesisir.
Kanthi madep mantep, akhire Pak Karto karo Suto menyang bareng tumuju ing Pesisir Parangtritis.
Wektu wis arep tekan pesisir, Pak Karto pethukan wong wadon setengah umur nanging jan isih ayu tur seger. Rasane sajak kepethuk widodari kang mudhun saka khayangan. Luwes penganggone jarikan lurik, kebayak broklat kang pas karo pakulitane. Wong wedok mau mesem marang Pak Karto. Pak Karto uga nyauri mesem sajak kesengsem. Ing  atine Pak Karto menawa wong wadon mau gelem, arep dipek bojo.  Dhasare Pak Karto uga wis duda pitung taun di tinggal mati bojone wektu nglairke anak sing kapindho. Wong wadon mau ngerti opo sing dipikirke Pak Karto banjur takon,
“Sarengan kula njih, kula nderek menawi badhe ngidul ?”, kaya ngapa senenge Pak Karto di ruruhi wong wadon iku.
“Wah, keleresan Kisanak”,cetha wae Pak Karto nyaguhi panjalukke wong wadon mau. Sanalika iku Suto ngepit neng ngarep wes bablas ngidul dhewe. Gari Pak Karto kang katon mboncengke kenalan anyare iku ning mburi.
Sakwise kenalan ning ndalan, saklorone katon akrab kaya dene pasangan. Jajan bareng, paclathonan kang bungah, lan geguyon ana ing antarane pandan pesisir segara kidul. Sakwise sakkarone ngentekake mbengi malem siji sura mau, sakkarone bali ngalor, lan sajakke wis janjian nek arep dadi pasangan bebojoan kaya mimi lan mintuna.
 “Nduk, menawa koe gelem, aku kepingin bebojoan karo sliramu ?” omongane Pak Karto kang ngomongke menawa kepengen ngepek bojo.
Ambar mesem karo njawab pitakone Pak Karto, “Kula remen kemawon mas, menawi mas purun sumangga”. Sajakke ambar uga nyaguhi yen gelem dipek bojo.
Sakwise ketemu lan kesengsem karo Ambar Pak Karto dadi katon enom meneh, arep entok bebojoan bocah sing isih kinyis- kinyis, lagi wae megar wingi sore.
Rong ndina Pak Karto urung katon bali. Tibakke dijak ambar menyang omahe kang katon asri, jembar lan prabotane prasasat kaya ning kraton. Dhasare Ambar ya mung urip ijen. Ing kana Pak Karta uga di suguhi pangan kang enak. Sakwancine Pak Karto lali marang asal – usule. Ketemu wong wadon ayu, kaya urip nang jerone suwarga.
Pak Karto bali mulih ing ndhusun Warungpring. Sawise leren banjur lunga maneh nemoni Pak Kadus pinangka sesepuh ing ndhusun kana. Pak Karto kepingin dilamarke dening Pak Dukuh menyang omahe Ambar (Anak - anake ya mung bisa nyarujuki).
Dina Minggu awan, udakara jam 4 sore, Pak Karto dikancani anakke lanang loro karo Pak Kadus lunga menyang ngalor ana dhusun Deresan nuju omahe Ambar pepujaning atine Pak Karto. Ing pangajak arep nglamar lan nemtokake dina apik kanggo ijab.
Ancer- ancer wit ringin sing gedhe ngalor sethithik. Pak Karta pinangka juru ngerti, mantep lan praihan kang sengsem, arep nduweni bojo katon 20 taun luwih enom karo umure dhewekke. Tekan papan sing kira- kira dituju Pak Karta katon nggoleki, omah gedhe sing katon asri kaya kraton kok ora ana.
Mak Clekentheng, Pak Karto bingung, “heloh,, kok omahe ra ana ? apa salah dalane ?, Ambar, Ambar koe ning ngendi ? ”.
Pak Karta katon lumaku glagapan sak njeroning papan iku, nggolekki omahe Ambar kang sakdurunge ana ing kono. Batine isih bingung  karo nggolekki Ambar.
“Mengko gek dalane salah Pak Karto ?”, tandukke Pak Kadus.
 Sing neng ngarepe Pak Karto mung Kramatan lan wit bendho kang katon singup. Dumadakan Pak Kadus sadhar, trus Pak Karto dirangkul dijak bali mulih marang  Pak Kadus lan anak – anakke.  Pak Karto linglung lan katon cuwa kaya kelangan uwong sing ditresnani. Jebul si Ambar mau dudu uwong, nanging sebangsa lelembut kang nyamar dadi pawongan wadon kang nyenengake wong lanang.
Pak Karto diruwat lan di mong-mongi anakke supaya aja diganggu maneh dening lelembut. Jumbuh karo jawabe Pak Karto rikala ditakoni Suta mbiyen, jare arep mlaku – mlaku kepethuk wong ayu. Mula awake dhewe menawa ngomong kudu sing becik, lan pinangka donga, ora mung asal ucap. Mundhak kedadeyan kaya Pak Karta.


Dening : Yulita  Ekawinajeng

Resensi Novel Jawa "Nglari Woting Ati"



1.      Data buku utawa Identitas buku
a.      Irah - irahan buku                         : Nglari Woting Ati
b.      Panyerat                                       : Fitri Gunawan (Kushartati)
c.       Penerbit                                        : Q Publiser
d.      Cithakan dan tahun penerbit           : Cetakan I, November 2012
e.       Kandel buku lan cacah kaca          : 21 x 12,5 cm, 182 kaca
f.       ISBN                                             : 978-602-98256-8-8
   

2.      Judul resensi : Urip ing katresnan
3.      Ikhtisar wosing buku
Sakwise maca buku kanthi irah irahan Nglari Woting Ati panilise Fitri Gunawan, akeh pasinaon kang iso dijupuk.  Nglari Woting Ati yaitu novel terusan carita saka novel Ing Manila Tresnaku Kelara-lara, kang pangripta dening Suparto Brata ananging diserat dening Fitri Gunawan. Kawiwitan saka ngentha – entha artine irah - irahan Nglari Woting Ati. Nglari iku dudu basa Jawa Jogja nanging basa Jawa wetanan kang nduweni teges nggolekki utawa meloni. Woting ati nduweni teges sih katresnan. Dadi buku ini nyeritaake babagan mligine drama sih katresnan, sawijining tema kang ora nate dipangan jaman. Buku iki nyeritaake babagan sesrawungan keluarga sing niti karir, kanthi sukses lan terpandhang, kabeh tokoh ngatonake sekolah nganti lulus S2, S3.
Saka ukara ing judhul wus ngatonake menawa njerone ilmune sang menganggit. Mulka ya ora aneh Manawa carita ini ora gampang disemak priyayi “lumrah”. konsumsine kaum elitis, para sutresna kang mumpuni lan kagungan sangu pengetahuan kang cukup kanggo njlimeti lan ngematake isi karangan iki.
Karangan ini nggunaake basa Jawa wetanan (Surabaya), menawa diwaos marang wong sing basane Jogja – Solo mesthi wae kudu mbaleni maneh maca soale akeh kata kata sing bedo. Ora dadi ngapa pemaos tetep bisa dong, menawa maos kanthi teliti.
Ing irah- irahan ndhuwur penulis nyambungake carita iki yaiku  urip ing katresnan. Menawa diwawas kanthi wutuh Nglari Woting Ati mujudake gambaran kiprahe wong kang nduweni rasa paseduluran marang liyan. Kanthi paraga Mahardini lan garwane, pangripta ngudal gagasan – gagasan ngenani paugeraning urip ing lingkungan pendidikan.
Mahardini yaiku dosen ing Jakarta, ndue garwa Irawan saka Filipina kang kerja ing kedubes Indonesia, ndue anak siji, Arda kelas 1 SD. Diwiwiti saka entuk beasiswa nyang Washington nerusake kuliah S3. Dini nyobo mikir lan njalok pendapat ning sapa wae wong ing sakkiwa tengene. Akhire positif menyang nadyan kudu ninggal anak bojo lan wongtuwa. Dini budhal karo kanca- kancane cah 10 saka Indonesia Nyang Amerika, ing kana pisah maneh ing pirang – pirang Universitas. Olehe Dini ing WSU karo Budiarti, lan Rumanti. Ketuk kana dhewekke sarwa kelingan ngomah lah sawektu wektu mesthi hubungan karo bojo lan ibune. Wis ana ka pirang – pirang wulan sinau ing kana Dini ngrasa pingin dolan ing sedulur sing ana ing Montreal, yaiku besan saka kaluarga maratuwane Keluarga Creemers. Ing kana Dini disambut kanthi seneng mulihe digawani buah anggur akeh. Ing Wasington Dini ketemu Rudi kanca apikke jaman cilik ing sanggar tari. Dewekke uga sekolah maneh ing kana, wis ndue bojo sekolah ing Utrech ora dadi siji. Sawise ketemu ing kana Rudi uga dadi kanca apikke kanca curhate Dini. Kisahe ing kene iso ngalir banget kaya urip ing kanyatan. Sawektu nggone sekolah Dini wis arep rampung nanging kok Irawan ora kontak marang  Dini. Dini bingung sebabe ora ana sing mara ing acara wisudane. Akhire keluarga Creemers sing teka ing wisusade, keluargane uga keluarga maratuwa ora bisa teka karana lagi gerah. Dini mulih ing Kuala Lumpur trus dipethuk kakangne ketuk ngomah lagi dicritani menawa Irawan lagi kena alangan. Dhewekke nggolekki dikancani Parikesit kakangne. Dhewekke nggolekke ning Jonaeburg, ketuk kana jebul Irawan wis dikirim bali ning Kuala Lumpur. Irawan dadi gegolekkan Dini lan kakangne, akhire bali maneh, lan nggoleki Irawan ing Rumah sakit bareng ibu, lan maratuwane. Ketuk kana jebul ana Anita mantane Irawan mbiyen. Anita uwis nikah karo Burhan ananing dudu karepe dewe. Karana kepepet masalah keluarga lan dijodohake kaya ing  kisah jamane Siti Nurbaya. Jebule Burhan iku uwonge sarwa nakal lan gonta ganti wedokan. Niate wong tuwa sing njodohake iku mau karana niat keluarga Burhan sing nduwe dendam marang keluarga Irawan, soale mbiyene Ibune irawan iku disenengi marang bapakke Burhan sing Kumawasa.
Sawektu Anita lara ing rumah sakit, mbuh keneng apa kok sakdurunge Burhan munggah Kaji. Mulihe saka kaji dewekke njalok ngapuro karo wong sak kiwa tengene kabeh awit wis gawe ra senenging ati. Anita lara banjur njaluk ketenu Dini. Ing rumah sakit Anita ngomong marang Dini yen dhewekke ijih tresna marang Irawan. Wanci kui ugaa Anita wis ra ambegan ing kekepane Dini. Dini ngrasa welas banget marang Anita, uripe wuyung terus. Sakteruse uripe Anita lan Irawan tansah mulya. Dhewekke ngedegake sekolahan utawa Universitas ing Semarang bareng - bareng karo Rudi, wong tuwane Rudi, lan maratuwane Rudi. Rame banget uripe tansah seneng lan pungkasan Dini diparingi rejeki ngandut anak sing ke loro..
      Cerita iki katon ngalir banget, ora katon ana antagonise sing nyolok, ora ana paraga ala ing petikan langsung. Ananging paraga sing ngganggu katon sethithik. Mbokmenawa sing dipesenake pangripta uwong iku tansah milih dalan urip kudu jujur lan apa enenge. Wani berkorban, lan kerja kanthi temenan, tembe mburine kasile uga katon.
4.      Unsur Intrinsik Novel
a.       Tema        : Katresnan
b.      Isi             : Uriping wong kang wus bebrayan. Menggak - menggoking perkara sing           ndadekake paraga mau kudu sabar, tawakal lan usaha.
c.       Alur          : maju mundur
d.      Setting      : Ing Amerika, Filipina, lan Indonesia
e.       Penokohan           :
·         Mahardini : Pinter, penyayang, rada keras, seneng maca buku
·         Irawan      : penyayang keluarga, sabar
·         Bu Siti      : penyayang, lembut ati
·         Bu Laras   : ati lembut, penyayang keluarga
·         Rudi         : grapyak, penyayang marang sapa wae, seneng nari (teather)
·         Keluarga Creemers           : grapyak, sumeh, penyayang
·         Arda         : penyayang, watak anak-anak

f.       Gaya Bahasa        :

g.      Amanat                :
·         marang sapadha-padha kita kudhu nduweni sifat penyayang, tulung tinulung, ndukung menawa iku apik, kudu bisa ngenei pitutur menawa wong liya lagi mbutuhake.
·         Aja nganti rasa dendam iku nganti kalantur lantur, uga menawa dilakoake marai gawe prakara lan prahara marang liyan.
·         Menawa nindaake pakaryan iku aja nganti kesusu lan kemrungsung, mundhak ndadeake prakara sing ora dikarepake.
·         Kita kudu nduweni rasa kurmat marang wong tuwa, lan mara tuwa. Wong tuwa utawa mara tuwa ora ana bedane.

5.      Format Buku
Cover buku yaiku rangkaian kembang lily sing digambar kaya mbentuk wajahing wong wadon. Katon kreatif lan apik. Warnane uga lembut kaya lembuting ati paragane. Jenis hurufe kaya Times New Roman, standar ananing katon luwih becik menawa spasine uga di jembarke. Ing buku isih katon umpuk umpukan. Kertase warnani putih lulang, katon uga lembut kepenak ing mripat.

6.      Kaluwihan lan kekurangan
a.      Kaluwihan
·         Ing babagan teknik penggaarapane pengarang  pancen wis ngatonake kelase. Katon menawa penggarapane ora ‘serampangan’  utawa mung saderma ‘roman panglipur wuyung’, nanging mesthine kanthi riset sing mateng. Iki bisa di waca saka andharane pengarang babagan pengetahuane tentang donya pendidikan psikologi kang di peranake Dini. Di andharake tokoh tokohe psikologi pendidikan, psikologi social lsp. Sing keloro babagan per filman dunia, diandharake Dini sing nduweni pangerten ngenani film – film sing ngandut pengalaman urip kang nengenake kabecikan. Sing katelu babagan penulis buku, novel. Katon saka carane pengarang ngandharake  penulis novel ing Negara- Negara manca. Ing kene katon uga saka pengetahuane pengarang ngenani babagan sekolah- sekolah sing terkenal lan apik ing manca negara kang dadi settinge carita. Ing kene babagan kabeh iku ora mung wujud tempelan, nanging nudhuhake menawa wawasane pangripta ing babagan iki cukup jembar.
·         Babagan basa, basa nggunaake basa Jawa wetanan , nanging menawa teliti bahasane gampang dimangerteni.  Akeh ing kana, nganggo selingan basa Inggris. Basane cekak- cekak dadi menawa sing maca isih awam, ora patia kangelan nggolekki tegese. Kabeh tokoh iku uripe ing sarwa kacukupan dadine kabeh tokoh kaya bapak, ibuk, anak, besan nggunaake basa Inggris ya cocok banget wong settinge ya mlebu metu negara.



b.      Kekurangan
·         Kadang basa Jawa wetanan kaya Surabaya iku, nduweni tembung – tembung kang adoh banget maknane karo basa Jawa Jogja – Sala. Kaya tembung kang kerep banget digunaake panyerat yaiku “sisihan” kang nduweni teges sandhingan/ bojo. Ananging menawa diudhal ing basa Jawa Jogja tembung sisihan iku nduweni teges kang rada ala, sebabe barang sing di sisihake iku byasane ateges ala. Dadi bisa luwih becik menawa tembung sisihan diganti tembung Bojo.
·         Tembung lia kang ambigu yaiku tembung “ampun” ing basa Indonesia ampun iku nduweni teges ‘jangan’. Ananing ing kaca 127, “Ampun mbok, niki mawon, pun cekap!”. ing kono ‘ampun’ nduweni teges ‘uwis’. Adoh banget tegese, mbok menawa Ampun iku ing basa Jawa wetanan tegese uwis, ananging luwih becik menawa diganti ‘sampun’ supaya ora dadi ambigu.
·         Mbok menawa iki pengarang salah nyebutke jeneng tokoh. Ing kaca 52, “… Mr. lan Mrs. David Cremeers, Steve, Linda, Rumanti, lan aku”. Mbok menawa jeneng Rumanti iku salah, kudune Budiarti, soale sing dijak Mahardini lunga ing keluargane yaitu Budiarti. Panyerat muga besuk bisa luwih teliti maneh anggone nyerat.
·         Sing kayane rada adoh saka kenyataan, wong sing nduweni rasa padha katresnaning marang bojo, nanging wektu pasangane karo wong liya mesra kok ora nduweni rasa cemburu setitika. ing carita iki katon banget nalika, Dini ing pentas Bambang Cakil karo tokoh Rudi, Rudi sing akeh improvisasi ngrayu ndemok Dini, Irawan bojone ora nduweni rasa cemburu. Carita liane sanalika Irawan lara, mantane nangis- nangis, nyekel tangane karo ngarasi ananging Dini ora nduweni rasa cemburu sathithika. Sifate Irawan lan Dini sing ing kana di andharake padha bebojo lan nduweni sih katresnan sing dhuwur. Iki adoh banget saka kanyatan. Mbok menawa iki idene pangripta sing nduduhake menawa tokoh kasebut nduweni pakercayan yen bojone ora aneh-aneh lan setia. Ananging in kana uga ana sifate Dini sing nduweni rasa wedi wektu nampa telpun saka sing nyenengi bojone. Aneh wong weruh bojone diarasi we ora cemburu, kok nompo telpun saka sing nggandrungi bojone malah wedi.
·         Rasa kaget campur senenge sanalika Dini weruh bojo lan anakke nggolekki dewenne nyang Washington kurang ngenei greget. Basa ne bisa ditambah supaya pamaos bisa ngrasaake terharu lan terenyuh. Kadadean iki uga ana ing kaca 94, nalika Dini njerit. Rasane kurang greget ngrungoake critane Kesit menawa njerite ora di katoanke. Coba menawa dikatonake terus diimbuhi tembung tembung sing bisa narik kawigaten pamaos.
·         Ing kaca 22 babagan paclathon Inggris lan kaca 64 babagan lagu, mbok menawa panulis supe anggone nyerat miring (italic).
·         Paclathone keluarga Creemers sing penduduk asli Amerika kok nganggo basa Jawa, luwih natural menawa nggunaake basa Inggris. Tuladha liya yaiku Juri S3 ne Dini, kok pitakon ujiane uga nggunaake b Jawa, wong asal jurine saka Negara manca kabeh. Menawa paraga sing saka Indonesia apa sing mlebu metu Indonesia iku isih wangun nggunaake baja Jawa lan Inggris.

7.      Jati diri panyerat
Kushartati, penulis kelairan 20 Mei 1948, ing Kediri, terkenal ing jagating panulisan. Diwiwiti kanthi nulis carita bocah ing Harian Suara Rakyat Surabaya (1962), nalika kelas 2 SMP 1 Kediri. Dibacutake nulis opini ing Koran Minggu pagi (Jogja). Wiwit tahun 1968, nalika isih mahasiswa, nulis cerita cekak ing Panyebar Semangat, Irah orahane Inagurasi. Sabanjure nulis fiksi arupa Cerpen (Cerita Pendek) ing Majalah selecta Group, kang dumasi saka selecta, Detectif, lan Romantika, Senang lan ideal, nganti tahun 1975 kasil ngranggeh Juara II Lomba Nulis Cerita Cekak Basa Jawa sa Indonesia kang diadani dening Dewan Kesenian Surabaya (DKS). Uga nate nulis Cerpen ing Femina (1979). Tahun 1982 nulis Crita Sambung (Novel) Intan, dipacak ing harian Memorandum (Surabaya).
                        Ing basa Jawa kasil nulis Dwi Tunggal “Ing Manila Tresnaku Kelara-lara” dipacak ing kalawarti Basa Jawa Damar Jati, Jakarta lan “ Nglari Woting ati”. Penulis iki ngakoni, jroning nulis fiksi luwih seneng nggunaake jeneng singlon : Kus Brotoduharjo (nalika isih Kenya) yen nulis ing selecta Group, Ibune Pandu (ing Jaya Baya) lan Fitri Gunawan , kang mujudake rangken jenenge anakke loro. Jare, kanthi jeneng singlon rumangsa luwih sreg nulis ekspresi jiwa lan imajinasine.
                        Sakwise pension saka pegawai 1 Juni 2004, wiwit 1 Juli 2005 Kus dipercaya dadi redaktur Majalah Basa Jawa Damar Jati, kang mapan ing Jakarta, nganti Oktober 2008.

8.      Kesimpulan
Urip ing donya iku mesthi ana sing susah lan nyenengake, kadhang bisa bungah uga bisa kelara-lara. Wong sing nengenake katresnan kanthi kejujuran iku mesthi kasil uripe luwih mujur lan apik. Aja seneng nduweni lelakon dendam, sebab iku bisa ndadeake wong liya nandang prahara.
Buku iki ngandhut pesen kang apik kanggo ngaurip. Cocok diwaca sapa wae, bocah, remaja, dewasa, becik uga kanggo wong tuwa.  Sugeng maos.